Renungan, Inspirasi, Motivasi, Innovasi & Aktualisasi ILMU & HIKMAH. Luqmanul Hakim berkata : "Sesungguhnya hikmah itu dapat menghidupkan hati yang mati, sebagaimana siraman air hujan dapat menghidupkan bumi yang gersang". *Semoga hikmah-hikmah berupa Kisah, Cerita, Renungan & Nasehat, dapat dijadikan pelajaran hidup dan bermanfaat yang kita dapatkan selama ini, bisa menjaga hidupnya hati kita dan meneguhkan pendirian kita dalam mencintai kebenaran dan mengamalkannya. Aamiin. Sabda Rasulullah SAW ; "Siapa yang menyampaikan satu ilmu dan orang membaca mengamalkannya maka dia akan beroleh pahala walaupun sudah tiada." (HR. Muslim)

Selasa, 23 Juli 2013

Isra’ Mi’raj Perjalanan Keluar Dimensi Ruang Waktu


Isra’ Mi’raj Perjalanan Keluar Dimensi Ruang Waktu

Foto: --- ISRA' MIKRAJ dipahami dengan Sains (1) ------ 

Dalam memperingati isra’ dan mi’raj sering kita diajak oleh pembicara pengajian akbar melanglang buana sampai ke langit, dan kadang-kadang dibumbui dengan analisis yang nampaknya berdasar sains. Bagi saya, aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian isra’ mi’raj. Tulisan ini saya maksudkan untuk mendudukkan masalah isra’ mi’raj sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih. Untuk itu pula akan saya ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan isra’ mi’raj dengan kajian astronomi. Makna penting isra’ mi’raj yang mestinya kita tekankan.
Kisah dalam Al-Qur’an dan Hadits

Di dalam QS. Al-Isra’:1 Allah menjelaskan tentang isra’: "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Dan tentang mi’raj Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm:13-18: "Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar."
     
Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu. 

Kejadian-kejadian sekitar isra’ dan mi’raj dijelaskan di dalam hadits-hadits nabi. Dari hadits-hadits yang sahih, didapati rangkaian kisah-kisah berikut. Suatu hari malaikat Jibril datang dan membawa Nabi, lalu dibedahnya dada Nabi dan dibersihkannya hatinya, diisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian didatangkan buraq, ‘binatang’ berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Dengan buraq itu Nabi melakukan isra’ dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Nabi SAW salat dua rakaat di Baitul Maqdis, lalu dibawakan oleh Jibril segelas khamr (minuman keras) dan segelas susu; Nabi SAW memilih susu. Kata malaikat Jibril, "Engkau dalam kesucian, sekiranya kau pilih khamr, sesatlah ummat engkau." 
     
Dengan buraq pula Nabi SAW melanjutkan perjalanan memasuki langit dunia.Di sana dijumpainya Nabi Adam yang dikanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma’mur, tempat 70.000 malaikat salat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.
     
Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam (‘pena’). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia: sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, "Itulah (perlambang) fitrah (kesucian) engkau dan ummat engkau." Jibril mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya.
     
Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah salat wajib. Mulanya diwajibkan salat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringan dan diberinya pengurangan sepuluh-sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, "Saya telah meminta keringan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah." Maka Allah berfirman, "Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku."
     
Urutan kejadian sejak melihat Baitul Ma’mur sampai menerima perintah salat tidak sama dalam beberapa hadits, mungkin menunjukkan kejadian-kejadian itu serempak dialami Nabi. Dalam kisah itu, hal yang fisik (dzhahir) dan non-fisik (bathin) bersatu dan perlambang pun terdapat di dalamnya. Nabi SAW yang pergi dengan badan fisik hingga bisa salat di Masjidil Aqsha dan memilih susu yang ditawarkan Jibril, tetapi mengalami hal-hal non-fisik, seperti pertemuan dengan ruh para Nabi yang telah wafat jauh sebelum kelahiran Nabi SAW dan pergi sampai ke surga. 
Juga ditunjukkan dua sungai non-fisik di surga dan dua sungai fisik di dunia. Dijelaskannya makna perlambang pemilihan susu oleh Nabi Muhammad SAW, dan menolak khamr atau madu. 

Ini benar-benar ujian keimanan, bagi orang mu’min semua kejadian itu benar diyakini terjadinya. Allah Maha Kuasa atas segalanya.
"Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia". Dan Kami tidak menjadikan pemandangan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia…." (QS. 17:60).

"Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai saya (kata Nabi SAW), saya berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menampakkan kepada saya Baitul Maqdis, saya dapatkan apa yang saya inginkan dan saya jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, saya memperhatikannya…." 
(HR. Bukhari

Makna pentingnya
Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra’ mi’raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). 

Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra’ mi’raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW. 

Makna penting isra’ mi’raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya. 

Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan:"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab  (Al  Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat  Allah  (shalat) adalah  lebih  besar  (keutamaannya  dari  ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut:45)

T.Djamaluddin, Dept. of Astronomy, Kyoto Univ., Japan
(Ditulis saat masih berstatus mahasiswa program doktor)

Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan seperti dengan pesawat terbang antarnegara dari Mekkah ke Palestina dan penerbangan antariksa dari Masjidil Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sudratul Muntaha. 
Isra’ Mi’raj adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang waktu. Tentang caranya, iptek tidak dapat menjelaskan.
Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ruang waktu, dan bukan dalam keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian yang diceritakan dalam hadits shahih. Penjelasan perjalanan keluar dimensi ruang waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan menganggapnya sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.

Kita hidup di alam yang dibatas oleh dimensi ruang-waktu (x,y,z,t). Sehingga kita selalu memikirkan soal jarak dan waktu. Dalam kisah Isra’ mi’raj, Rasulullah bersama Jibril dengan wahana "buraq" keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha. Rasul bukan bermimpi karena dapat menjelaskan secara detil tentang masjid Aqsha dan tentang
kafilah yang masih dalam perjalanan. Rasul juga keluar dari dimensi waktu sehingga dapat menmbus masa lalu dengan menemui beberapa Nabi.

Di langit pertama (langit dunia) – tujuh berturut-turut bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi Isa dan Nabi Yahya, (3) Nabi Yusuf, (4) Nabi Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi Musa, dan (7) Nabi Ibrahim. Rasulullah SAW juga ditunjukkan surga dan neraka,
suatu alam yang mungkin berada di masa depan, mungkin juga sudah ada masa sekarang sampai setelah kiamat nanti.

Sekadar analogi sederhana perjalanan keluar dimensi ruang waktu adalah seperti kita pergi ke alam lain yang dimensinya lebih besar. Sekadar ilustrasi, dimensi 1 adalah garis, dimensi 2 adalah bidang, dimensi 3 adalah ruang. Bidang dengan mudah menggambarkan garis. Demikian juga ruang dengan mudah menggambarkan bidang. Tetapi dimensi rendah tidak akan sempurna menggambarkan dimensi yang lebih tinggi. Kotak berdimensi 3 tidak tampak sempurna bila digambarkan di
bidang yang berdimensi 2.

Sekarang bayangkan ada alam berdimensi 2 (bidang) berbentuk U. Makhluk di alam "U" itu bila akan berjalan dari ujung satu ke ujung lainnya perlu menempuh jarak jauh. Kita yang berada di alam yang berdimensi lebih tinggi dengan mudah memindahkannya dari satu ujung ke ujung lainnya dengan mengangkat makhluk itu keluar dari dimensi 2, tanpa perlu berkeliling menyusuri lengkungan "U".

Alam malaikat (juga jin) bisa jadi berdimensi lebih tinggi dari dimensi ruang waktu, sehingga bagi mereka tidak ada lagi masalah jarak dan waktu. Karena itu mereka bisa melihat kita, tetapi kita tidak bisa melihat mereka. Ibaratnya dimensi dua tidak dapat menggambarkan dimensi tiga, tetapi sebaliknya dimensi 3
mudah saja menggambarkan dimensi 2. Bukankah isyarat di dalam Al-Quran dan Hadits juga menunjukkan hal itu. Malaikat dan jin tidak diberikan batas waktuumur, sehingga seolah tidak ada kemarian bagi mereka. Mereka pun bisa berada di berbagai tempat karena tak dibatas oleh ruang.

Rasulullah bersama jibril diajak ke dimensi malaikat, sehingga Rasulullah dapat melihat bentuk Jibril dan malaikat lainnya dalam bentuk aslinya (baca QS53:13-18).

Rasul pun dengan mudah pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, tanpa terikat ruang dan waktu. Langit dalam konteks istra’ mi’raj pun bukanlah langit fisik berupa planet atau bintang, tetapi suatu dimensi tinggi. Langit memang bermakna sesuatu di atas kita, dalam arti fisik maupun non-fisik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar